Laman

Minggu, 07 April 2013

Menyelam Telanjang

*cerita ini hanyalah mimpi belaka

3 orang gadis menghampiri meja kerjaku. Aku tak mengenal mereka di dunia nyata, tapi sepertinya mereka mengenalku. Sebut saja nama mereka Si Tinggi, Si Montok, dan Si Langsing. Mereka mengenakan celana jeans dan kaos ketat yang membentuk lekuk tubuh. Rambut hitam panjang mereka lurus hasil direbonding.

"Mas, besok pagi antar kami ke laut ya," pinta Si Montok.
"Ada keperluan apa?" tanyaku.
"Kemarin Si Tinggi melihat seekor ikan dijual di pasar. Ikan itu sebenarnya ikan jenis langka dan populasinya di laut akhir-akhir ini terus menurun. Makanya, ia membelinya dan bermaksud mengembalikannya ke laut agar tidak terancam punah," jelas Si Montok.
"Tapi kami cuma bertiga. Cewek semua lagi," kata Si Langsing.
"Kami takut diapa-apain sama orang jahat," lanjut Si Tinggi.
"Makanya kami ngajak Mas ke sana. Mau ya, Mas?" pinta Si Montok sekali lagi.
Aku menatap wajah mereka satu per satu. Sulit rasanya menolak permintaan ketiga gadis cantik ini.
Dan aku pun mengangguk.

Esok harinya, mobilku melaju kencang melintasi jalanan ke arah pantai. Aku yang menyetir, sementara ketiga gadis itu tak henti-hentinya mengoceh sepanjang perjalanan.

"Jadi, itu ikannya?" tanyaku sambil menunjuk seekor ikan di dalam stoples yang dibawa Si Tinggi.
"Benar, Mas," jawab ketiganya hampir bersamaan.
Aku mengamati ikan berwarna merah itu. "Bagiku itu seperti ikan mas koki biasa,"
"Jangan salah, Mas," kata Si Tinggi, "Ikan ini hanya bisa bertahan hidup di 20 meter di bawah permukaan laut. Kalau ditaruh di stoples kayak gini, dia nggak akan bisa bertahan sampai seminggu,"
"Nanti setelah sampai di pantai," Si Montok menyahut, "Mas tolong sewakan perahu ya, biar kami bertiga yang menyewa peralatan selamnya,"
"APA?! Kita akan menyelam??" aku terkejut. "Kupikir kita hanya akan melepaskan ikan itu di pinggir pantai, lalu pulang lagi,"
"Lho, bukannya tadi Si Tinggi sudah bilang, Mas?" kata Si Montok, "Ikan ini hanya bisa hidup di jarak 20 meter di bawah permukaan air,"
"Benar, Mas. Ikan ini hidupnya bergerombol dengan sesamanya," Si Tinggi menambahkan, "Kalau kita lepaskan sembarangan di pinggir pantai, dia pasti mati dimangsa ikan lain,"
"Se-seumur hidup, aku belum pernah menyelam," kataku dengan gemetar.
"Jangan khawatir, Mas," Si Montok menepuk lenganku. "Kami bertiga bisa menyelam. Nanti kami ajari. Menyelam itu gampang kok,"
"Iya Mas, nggak usah takut," Si Langsing buka suara. "Nanti Mas menyelamnya dekat-dekat aku aja. Nanti kugandeng biar nggak hilang. Hihihi,"

Akhirnya kami tiba di pantai. Setelah memarkir mobil, ketiga gadis itu bergegas menuju tempat persewaan alat selam. Aku menghampiri orang yang menyewakan perahu motor dan menanyakan berapa harga sewanya. Karena terlalu mahal, aku menawar. Orang itu keberatan. Terjadilah tawar menawar yang alot di antara kami berdua. Akhirnya 10 menit kemudian tercapai kesepakatan harga sewa perahu. Tepat pada saat itu, ketiga orang gadis datang menghampiri sambil membawa beberapa tabung oksigen.

Perahu kami bergerak menjauhi pantai. Lagi-lagi aku yang menyetir. Untung saja aku pernah menonton orang mengemudikan perahu di Youtube, sehingga aku tak mengalami kesulitan menyetir perahu ini.

"Yak, di sini Mas," kata Si Tinggi ketika perahu sudah berada di tengah lautan. Aku menghentikan laju mesin.

"Kami siap-siap dulu ya Mas," kata Si Montok sambil tersenyum.
"Iya," jawabku.

Ketiga gadis itu berjalan menuju bagian belakang perahu, sementara aku ke bagian depan untuk menurunkan jangkar dan memasang bendera tanda ada orang menyelam. Setelah selesai, aku segera menyusul mereka ke belakang.

ASTAGA! Betapa terkejutnya aku melihat pemandangan itu. Ketiga gadis itu telah menanggalkan semua pakaiannya dan telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Mereka sedang sibuk mengecek peralatan selam.

Si Montok melihatku. "Kenapa, Mas?" tanyanya.

"Uhm, kalian nggak pakai baju selam?" tanyaku gugup, "Atau baju renang? Eee, bikini?"

Si Montok menepuk pundak Si Tinggi, "Gara-gara dia nih, Mas. Tadi dia nggak nyewa baju selam sekalian,"
"Eh, tadi itu aku udah nyoba semua baju selamnya, sayang," Si Tinggi membantah, "Kegedean semua. Buatku aja kegedean, apalagi buat kalian berdua. Kayaknya ukurannya orang bule tuh. Udahlah, kita menyelam begini aja. Keburu siang nih,"
"Kalau Mas-nya jadi horny, gimana?" tanya Si Langsing dengan sedikit cemas.
"Tenang aja, Mas-nya baik kok," kata Si Montok sambil mengedipkan sebelah mata ke arahku. "Iya kan, Mas?"
Aku masih terdiam, melongo memandangi mereka.
Si Montok berjalan mendekatiku. "Buka bajunya, Mas. Aku bantuin masang perlengkapan selamnya,"

Aku menanggalkan pakaian dan menyisakan celana pendek. Dengan cekatan Si Montok memasangkan fin (kaki katak) di kakiku, mencangklongkan tabung oksigen di punggungku, dan menaruh kacamata di kepalaku.

Aku berkali-kali menelan ludah melihat tubuh Si Montok yang halus mulus bak bidadari. Sementara Si Montok beberapa kali melirik ke arah 'burung'ku yang sudah berdiri sejak tadi, dan ia hanya tersenyum. Senyumnya manis banget, membuatku ingin menciumnya.

"Sudah siap semua?" tanya Si Tinggi sembari mengambil ancang-ancang siap mencebur.

BYUR! BYUR! BYUR! BYUR! Kami berempat menceburkan diri ke dalam air. Si Tinggi dan Si Montok menyelam duluan menuju ke dasar, sementara aku dan Si Langsing mengikuti di belakang mereka. Tangan kananku memegang erat tangan kiri Si Langsing.

Semakin ke bawah, tekanan air semakin menyesakkan paru-paruku. Melihat gumpalan daging segar ketiga gadis ini juga membuat jantungku berdegup sangat kencang. Aku mulai berkhayal, seandainya aku bisa memiliki mereka bertiga, mungkin rasanya seperti di surga. Atau kalau tidak boleh sekaligus tiga, setidaknya satu sajalah, yang paling montok itu...

 
 
 
 
 

Ah, tidak! Kubuang jauh-jauh pikiran itu. Tetap tenang dan pusatkan perhatian. Kalau sampai hilang kesadaran atau panik di kedalaman laut, bisa celaka.

Si Tinggi menunjuk ke suatu arah. Di sana ada segerombolan ikan berwarna merah yang bentuknya sama seperti ikan yang dibawanya. Kami mendekati gerombolan ikan itu.

Kami membentuk formasi melingkar. Aku berhadapan dengan Si Montok, sedangkan Si Tinggi berhadapan dengan Si Langsing. Dengan hati-hati Si Tinggi membuka tutup stoples. PLUK! Keluarlah si ikan merah. Ia berenang dengan lincah, bergabung dengan teman-temannya.

Ketiga gadis itu melakukan gerakan tepuk tangan pertanda misi kami selesai. Aku ikut-ikutan bertepuk tangan. Kemudian Si Tinggi memberikan isyarat agar kami segera naik ke permukaan.

Si Tinggi dan Si Montok naik duluan, disusul Si Langsing, dan yang terakhir aku. Mungkin karena khawatir atau apa, Si Montok menghentikan berenangnya dan menungguku. Ia menggenggam tangan kiriku. Kami berdua berenang ke permukaan.

Mendadak arus air berubah kencang. Kami berdua goyah. Tanpa sengaja paha Si Montok menyentuh 'burung'ku, dan secara refleks tangan kananku memegang dada kirinya. Kami berdua berpandangan sesaat.

CELAKA! Pertahananku jebol sudah. Nafsuku tak mampu kubendung lagi.

Aku memeluk erat tubuh Si Montok dengan tangan kiri dan meremas-remas dadanya dengan tangan kanan. Ia terlihat kaget. Ia meronta-ronta berusaha lepas dari pelukanku. "MMH! MMH! BLUP...BLUP..." ia menjerit, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah gelembung-gelembung udara.

Lama kelamaan, tenaga Si Montok melemah. Ia pasrah. Ketika jari-jariku bergerak menjelajahi tubuhnya hingga ke selangkangan, ia diam saja. Saat aku melepas selang oksigenku dan menghisap puting susunya, ia tak mencoba melawan.

Sudah terlanjur horny berat, aku melepaskan celana. Mata Si Montok terbelalak melihat isi celanaku. Sekarang kami berdua sama-sama telanjang bulat. Aku memegang pinggang Si Montok, kemudian terdengar suara mesin sepeda motor dinyalakan.

Aku celingukan. Mana ada sepeda motor di lautan seluas ini?

Kubuka mata. Ternyata aku sedang berbaring di kasur di kamar kostku yang sempit. Suara sepeda motor yang dinyalakan tadi berasal dari garasi. Aku menghela nafas. Jadi, yang tadi itu semua hanya mimpi? Gadis-gadis telanjang itu? Aku kecewa berat.

Iseng-iseng kuraba selangkanganku, dan ternyata basah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar