Laman

Senin, 03 Februari 2014

Tuhan Itu Tidak Ada!

"Tuhan itu tidak ada," kata mas Adi kepada saya. "Kalau Tuhan benar-benar ada, tak mungkin Dia membuat saya jadi seperti ini sekarang," ia menunjukkan tangan kanannya yang dibalut gips.

"Dulu, saya adalah seorang pengantar kayu," ceritanya. "Saya mengumpulkan kayu yang ditebang orang-orang di hutan, kemudian saya bawa ke kota dengan sepeda motor. Kayu-kayu tersebut dikumpulkan di gudang milik bos saya. Saya diupahi berdasarkan berat kayu yang saya kumpulkan di hari itu,"

"Saya menyukai pekerjaan itu karena upahnya cukup lumayan buat seorang bujangan," mas Adi tersenyum, "Sampai hari itu datang. Segalanya berubah,"

Mas Adi melanjutkan, "Pagi di hari itu sebenarnya cukup cerah. Tidak ada angin, tidak ada mendung, tidak ada hujan. Saya bekerja seperti biasa, mengangkut kayu hasil tebangan orang-orang. Di tengah jalan mendadak ada anak ayam sedang mematuk-matuk sesuatu. Melihat saya datang, dia bingung mau menghindar ke kiri atau ke kanan. Lha saya lebih bingung lagi karena dia tak kunjung menghindar. Ketika sudah dekat, anak ayam itu bisa menghindar dengan mengepakkan sayapnya, sedangkan saya kehilangan keseimbangan. Motor saya oleng, lalu ambruk ke kanan. Saya jatuh bersama motor. Kayu-kayu berhamburan di jalan,"

Mas Adi meneguk air putih di gelasnya. "Saya berusaha bangun sendiri tapi tidak bisa. Tangan kanan saya sakit sekali. Tidak ada orang yang menolong karena jalanan di hutan saat itu sedang sepi. Agak lama, barulah ada orang lewat. Mereka membantu saya bangun. Saya dinaikkan ke motor dan dibawa ke RS,"

"Dokter bilang, tangan kanan saya patah dan harus digips. Saya juga harus diopname selama beberapa minggu," terangnya.

"Beberapa hari kemudian, bos saya datang menjenguk. Dengan angkuhnya dia memecat saya. Katanya saya bekerja tidak becus. Di kota, permintaan untuk kayu hutan sedang tinggi-tingginya, sementara saya malah enak-enakan tidur di RS, menyebabkan usaha si bos merugi. Saya sudah berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya, tapi si bos malah menyalah-nyalahkan saya. Kenapa nggak kamu lindas aja ayam sialan itu biar langsung mati, begitu katanya,"

"Saya sedih sekali mendengarnya. Hari-hari yang saya lalui di rumah sakit jadi terasa sangat membosankan. Seperti berada di dalam penjara saja. Tidak ada satu pun keluarga yang menjenguk, entah mereka ada di mana sekarang," kata mas Adi parau.

"Berminggu-minggu kemudian, tibalah saatnya dokter memperbolehkan saya pulang," mas Adi menghela nafas panjang. "Tapi gips saya belum boleh dilepas,"

"Petugas rumah sakit memberikan tagihan biaya pengobatan. Saya merogoh saku celana, tapi dompet saya tidak ada di sana. Saku celana saya bolong, jadi pasti dompet itu terjatuh di suatu tempat. Untung dokternya baik hati. Saya boleh menunda pembayaran sampai nanti saya ke RS itu lagi untuk melepas gips,"

"Saya berjalan keluar dari RS, mencari-cari sepeda motor. Sejak dirawat di RS, saya tidak pernah melihat motor saya lagi. Saya pikir, orang yang menolong saya dulu itu ikut membantu membawakan motor saya ke rumah sakit lalu diparkir di parkiran. Ternyata setelah saya cari ke mana-mana motor itu tidak ada. Pasti seseorang telah mencurinya," mata mas Adi berkaca-kaca seperti hendak menangis.

"Karena tidak punya uang sepeser pun, terpaksa saya pulang ke rumah berjalan kaki sejauh puluhan kilometer," ujarnya. "Banyak yang menawarkan becak, ojek, angkot, bahkan taksi, saya tolak semua. Ketika melewati pintu gerbang sebuah masjid, kebetulan saat itu sudah masuk waktu Dhuhur, seorang jamaah lari dengan tergesa-gesa dan menabrak saya hingga jatuh,"

"Bukannya meminta maaf atau membantu saya berdiri, orang itu malah menatap saya sambil menghardik, kalau jalan pake mata dong liatnya, jangan pake dengkul! Kemudian ia meninggalkan saya begitu saja, masuk ke masjid,"

"Saya berdiri dengan susah payah, kemudian saya pandangi kubah masjid itu dengan marah. Seumur hidup, aku selalu menyembahMu, mengagungkan namaMu dengan segenap hatiku. Kata orang-orang, Engkau-lah Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tapi kini Kau telah membuatku menjadi orang miskin, sakit, terhina, dan dipandang sebelah mata. Tuhan macam apa Engkau ini?"

"Kemudian di dalam hati saya bersumpah untuk tidak menyembah Tuhan lagi selama hidup," kata mas Adi, mengakhiri ceritanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar