"Bukankah kau seharusnya menemui istrimu?"
Aku tersenyum, dan bertanya balik, "apakah kau tahu arti sebenarnya kata pulang?"
Ia menggeleng.
"Pulang itu artinya kau pergi ke tempat orang yang kau cintai dan mencintaimu,"
Ia mencubit perutku dengan manja, lantas memelukku, dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.
Malam itu kami bercinta dengan hebat.
- - -
KRIIING! KRIIING! Ponselku berbunyi nyaring di atas meja. Aku yang sedang telanjang di kasur, hanya ditutupi selimut, mencoba membuka mata yang masih terasa sangat berat. Kuraih ponsel itu.
"Halo?"
"Halo, sayang. Aku lagi bingung nih," terdengar suara istriku di seberang.
"Bingung kenapa?"
"Lho sayang, kok suaramu parau sih? Baru bangun tidur ya?"
Sial, dia tahu.
"Iya nih, kerjaan di kantor banyak banget. Aku kemarin lembur sampai malam," ujarku berbohong. Sebenarnya, aku lembur dengan Nita.
Oh iya, Nita di mana? Semalam ia tidur di sampingku. Telanjang juga. Tapi sekarang tidak ada. Ah, mungkin ia sedang memasak di dapur.
"Begini sayang, nanti siang di mall A akan ada diskon produk fashion besar-besaran, tapi di saat yang sama di mall C juga akan ada launching handphone teknologi terbaru. Kalau aku pergi ke mall A duluan terus ke mall C, takutnya nanti acara di mall C sudah bubar. Begitu juga sebaliknya. Aku harus gimana nih yang?"
Anjrit. Istriku selalu saja menghabiskan uang hasil kerjaku untuk hal-hal yang tidak perlu.
"Nggak usah ke mana-mana. Di rumah aja!" kataku dengan ketus. Aku menutup teleponnya.
"Si pemboros lagi?"
Aku terkejut. Nita sudah berdiri di samping tempat tidur. Ia hanya mengenakan bikini warna putih. Tangan kirinya membawa secangkir teh hangat, tangan kanannya memegang piring berisi gorengan. Ia meletakkan kedua benda itu di atas meja, lalu duduk di sampingku. Tercium bau wangi sabun mandi.
"Aku nggak melihat ada kolam renang di rumah ini," ujarku.
"Aku nggak mau pemberian dari seseorang hanya tergeletak sia-sia di dalam lemari," katanya.
Aku tertawa kecil. Kuraih ikatan tali di belakang lehernya dan kulepaskan sehingga bagian atas BH-nya jatuh. Terlihatlah 2 buah pepaya yang menggemaskan. Dengan jari jempol dan telunjuk, kumainkan puting susunya.
"Hei," Nita mengusap rambutku lembut, "apa lelaki itu nggak bisa puas hanya dengan satu wanita saja?"
Kutatap matanya dalam-dalam. "Kalau kau bertanya pada lelaki manapun di seluruh dunia, apakah kau puas hanya dengan satu wanita saja? Mayoritas dari mereka pasti akan menjawab tidak. Mereka yang menjawab ya, pasti karena takut pada istrinya... Wanita selalu berubah. Hari ini semanis kucing, besok segalak harimau. Hari ini minta dinikahi, besok minta cerai... Karena itulah lelaki tak pernah berhenti mencari wanita yang cocok untuk dirinya,"
"Berarti kalau besok aku berubah menjadi harimau, kau akan meninggalkanku?"
"Tergantung," aku berdehem. "Mumpung sekarang kita masih berdekatan, kenapa nggak kita nikmati saja kesempatan ini?"
Aku dan Nita berciuman. Makin lama makin panas.
TING TONG! Bel pintu depan berbunyi. Sial, orang kurang kerjaan mana lagi sih yang bertamu pagi-pagi begini?
Nita melepaskan ciumannya. "Biar kubuka,". Ia membetulkan tali BH-nya, memakai daster, dan sedikit tergesa-gesa menuju pintu depan.
Aku bangun dari tempat tidur dan memakai celana pendek. Kuteguk teh hangat yang dibuatkan Nita. Ahhh, alangkah nikmatnya hidup.
"WOOO, DASAR TUKANG SELINGKUH!"
Aku terkejut. Lisa! Istriku itu sedang berdiri di depan pintu kamar sambil berkacak pinggang.
Kuhampiri dia. "Sayang, aku bisa jelaskan...,"
"TIDAK ADA YANG PERLU DIJELASKAN!" Lisa menjewer kupingku.
"Aduduh, sakit! Hentikan! AAA!"
Di balik pintu kamar, Nita tersenyum melihat kami berdua. Ini semua pasti ulahnya. Sialan! Sudah aku temani, kucumbui, malah berani-beraninya ia memanggil istriku ke sini. Dasar wanita tidak tahu terima kasih!
Sial. SIAL. SIAAAL!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar