Laman

Jumat, 18 Maret 2011

Bingung Setengah Mati

Sejak aku didaulat menjadi orang penting di kampus ini, sikapmu berubah aneh. Kau tak pernah menatap mataku setiap kita berbicara. Kau senantiasa acuh jika teman-teman membicarakan aku di hadapanmu. Dan yang paling mengherankan, kau seolah tidak mengakui keberadaanku di kampus ini.

Aku memang pernah menyukaimu dan sempat tergila-gila padamu. Aku sedikit shock ketika mengetahui kau sudah ada yang punya. Dan aku selalu cemburu melihat kemesraanmu dengan pacarmu di situs jejaring sosial. Namun seiring berjalannya waktu, aku bisa menerima itu semua.

Aku pernah marah padamu karena perbedaan pendapat. Dan entah dari mana asalnya, teman-teman kampus jadi tahu kalau aku menyukaimu. Mereka selalu menjodoh-jodohkan kita setiap kita dekat. Situasi ini membuatku tidak nyaman. Kupikir kau pun merasakan hal yang sama denganku.

Perubahan sikapmu mulai kusadari sebulan yang lalu. Sebagai orang penting di kampus ini, wajar bila ada banyak mahasiswa mencariku untuk meminta persetujuan proposal kegiatan kampus mereka. Tetapi saat aku menanda tangani proposal kegiatan yang melibatkan dirimu, yang mengajukan proposal itu selalu saja temanmu.

Belakangan aku tahu bahwa yang membuat semua proposal itu adalah kau. Untuk tanda tangan orang penting yang lain, kau memintanya sendiri. Khusus untuk diriku, engkau meminta bantuan pada temanmu.

Tentu saja aku merasa heran. Aku mencoba menghubungimu lewat telepon, sms, dan chatting. Tetapi setiap kutelpon selalu diputus. Aku sms sepuluh kata, kau hanya membalasnya dengan satu kata. Chatting? Ketika aku online, sedetik kemudian kau offline.

Masih merasa penasaran, aku berinisiatif bertemu langsung denganmu. Tetapi setiap engkau melihatku mendekatimu, tiba-tiba kau menjauh. Aku hendak mengejar, malah kau lari menuju ke tempat pacarmu biasa nongkrong. Tentu saja aku batal mendekatimu.

Aku bingung setengah mati dengan sikapmu. Kurasakan putus asa dan stres jika mencoba menghubungi atau menemuimu.

"Sudahlah, jangan ganggu dia lagi. Dia kan sudah punya pacar," demikian saran dari temanku. Aku kurang setuju dengan pendapatnya. Kepentingan organisasi kan harus dibedakan dengan kepentingan pribadi. Bagaimana bisa aku menanda tangani sebuah proposal bila penanggung jawab proposal itu tidak menjelaskan secara gamblang mengenai tujuan yang akan dicapainya? Dan apakah tindakan "menyuruh orang lain untuk meminta tanda tanganku" itu bisa dibenarkan?

Semakin aku gigih mendekatimu untuk menanyakan alasan dari semua sikap anehmu, semakin banyak kutemui ketidak jelasan dan kebisuan yang membuatku bingung sendiri. Aku tak menyangka kau akan setega ini terhadapku. Padahal dulu kau adalah wanita cantik yang lemah lembut dan selalu ramah kepada siapapun. Benar-benar aku merindukan kamu yang dulu.

Sekarang aku telah lelah dan menyerah. Yang bisa kulakukan hanyalah meminta kepada Tuhan supaya dibukakan hatimu. Aku cuma lelaki biasa yang bisa jatuh cinta kepada wanita, yang dalam hal ini adalah dirimu. Semoga kelak engkau bisa mengerti perasaanku dan membalas cintaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar