"Sudah dibuang suamiku," jawabmu dengan nada datar sambil menyedot softdrink dengan sedotan.
Aku terdiam. Sebenarnya aku hendak berdiri, menggebrak meja, dan berteriak, "CIYUS!!! MIAPAH???" tapi kutahan emosi untuk melakukannya. Di dalam hatiku terasa panas, perih, dan kecewa tingkat tinggi. Aku berusaha untuk tidak menampak- kannya kepadamu.
"Apa alasannya?" tanyaku, setelah sekian detik terdiam.
"Suamiku tidak suka kalau aku menyimpan barang-barang pemberian lelaki lain," jawabmu, masih dengan nada datar, sambil asyik mengaduk softdrink dengan sedotan. Mata cantikmu memandangi kendaraan yang lalu lalang di luar restoran ayam goreng cepat saji ini tanpa sedikitpun melirik ke arahku. Meskipun kita sedang duduk berdua berhadap-hadapan, aku merasa kamu jauh banget. Kamu seperti berada beberapa kilometer jauhnya dariku. Andai kamu bukan milik orang lain, aku ingin menggenggam tanganmu lalu menarik tubuhmu ke dalam pelukanku supaya kamu menjadi milikku selamanya.
Semakin banyak saja orang yang memasuki restoran ayam goreng ini dan mengantre di loket pemesanan makanan. Mereka seolah-olah tak menghiraukan keberadaan kita berdua yang membatu seperti patung. Tak menghiraukan perasaanku kepadamu dan perasaanmu kepadaku.
Aku menghela nafas dan melamun. Masih jelas terukir di dalam ingatanku, seminggu sebelum kamu berulang tahun ke-24, aku kebingungan mencari hadiah yang pas untukmu. Ketika sedang berjalan-jalan di mall sendirian, aku berinisiatif membeli handuk yang dibordir dengan namamu. Sederhana sih, tapi aku menyukainya. Kupikir kamu juga akan menyukainya.
Jantungku berdegup sangat cepat ketika aku menyerahkan kado itu padamu. Kamu membukanya, membaca ucapan selamat ulang tahun di dalamnya, dan berkata, "Terima kasih ya, Mas," sambil tersenyum manis. Aku mengangguk dan membalas senyumanmu. Hari itu rasanya adalah hari terindah di dalam hidupku.
Sebenarnya sudah kupahami sejak lama bahwa mencintai seorang gadis yang telah bertunangan ibarat mengasah pisau yang akan dihunjamkan ke jantungku. Namun egoku tak mau menerima kenyataan. Cinta tetaplah cinta. Mau tunangan kek, mau nikah kek, masa bodoh. Aku akan mengejarmu sampai kiamat.
Tak disangka-sangka, undangan pun disebar. Pisau itu tanpa ampun menghunjam jantungku.
Di malam yang dingin, dengan berlinang air mata, aku mengguntingi kertas kado. Selotip bening kupotong kecil-kecil. Sebuah kardus besar tergeletak tak berdaya di hadapanku. Dalam setengah jam, kardus itu telah terlapisi oleh kertas kado. Kado terakhirku untukmu. Kado untuk hari pernikahanmu.
DEG!!! Aku tersentak dari lamunan. Kupandangi wajah cantikmu yang anggun. Mungkin merasa risih atau merasa diperhatikan, kamu balas menatapku dengan mengernyitkan dahi. Mulutku terbuka, siap untuk melontarkan pertanyaan.
"Lalu bagaimana dengan...kompor gas itu?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar